Masih ingat dengan Paul si gurita peramal yang pada beberapa bulan lalu—persisnya saat perhelatan Piala Dunia di Afrika Selatan, Juni sampai Juli 2010—menjadi bintang media karena kemampuannya meramalkan hasil pertandingan bola?
Paul adalah seekor gurita yang pada waktu itu baru berusia empat bulan, dan dia berasal dari Italia tapi tinggal di Akuarium Sea Life Oberhausen, Jerman. Dia ditemukan oleh Verena Bartsch, pelatih gurita di akuarium itu, di lautan Italia di Pulau Elba dekat Tuscany pada April lalu.
Pernyataan Bartsch ini tentu saja bertolak belakang dengan kabar yang beredar sebelumnya bahwa Paul lahir di Weymouth, Inggris, sebelum akhirnya dibawa ke Jerman.
Namun pernyataan Bartsch menimbulkan pertanyaan baru di berbagai kalangan. Jika memang benar Paul kini berusia empat bulan. Lalu siapakah gurita yang meramal saat Euro 2008 lalu?
Namun pernyataan Bartsch menimbulkan pertanyaan baru di berbagai kalangan. Jika memang benar Paul kini berusia empat bulan. Lalu siapakah gurita yang meramal saat Euro 2008 lalu?
Terlepas dari kontroversi tentang riwayat Paul si gurita peramal, mari kita fokus pada pertanyaan yang cukup mengusik ini: mengapa Paul, sebagai seekor binatang yang meskipun disebutkan termasuk dalam spesies hewan cerdas, mampu meramal dengan begitu tepat hasil-hasil pertandingan pada Piala Dunia lalu?
Banyak jawaban yang diberikan seperti misalnya bahwa Paul sebagai binatang air bisa mengindra getaran-getaran “alam semesta” dan menerjemahkannya sebagai suatu ramalan. Lainnya mengatakan itu hanyalah sebuah kebetulan, dan bahkan beberapa dengan sinis menyebutkan semua itu telah direkayasa oleh pihak-pihak tertentu, bahwa binatang hanyalah binatang.
Bagi kita para Buddhis yang meyakini tumimbal lahir dan Hukum Karma, hal-hal seperti ini tidaklah aneh. Karena para binatang dulunya—pada beberapa kehidupan lampau yang dekat atau jauh—bisa hidup sebagai manusia di alam manusia, dan karena kecenderungan-kecenderungan dari kehidupan lampau tidak hilang begitu saja pada kehidupan yang sekarang, maka sangat masuk akal jika beberapa binatang menunjukkan sisi-sisi kemanusiaan, yang dalam beberapa hal seringkali justru lebih menyentuh hati kita dan membuat kita merenung dengan malu: Apakah kita masih memiliki sisi kemanusiaan itu? Betapa, misalnya, seekor anjing bernama Hachiko* mampu menunjukkan kesetiaan yang luar biasa kepada majikannya bahkan ketika sang majikan telah meninggal dunia pun.
Jadi, jika kemampuan Paul meramal bukanlah hasil suatu rekayasa, maka bisa jadi pada kehidupan lampau Paul sebagai manusia dia adalah orang yang punya kemampuan meramal juga. Hanya saja, entah karena karma apa, saat ini dia terlahir di alam binatang sebagai gurita. Tapi kecenderungan atau bakat dari kehidupan lampaunya—sebagai peramal—tidak hilang begitu saja. Itulah mengapa dia akhirnya menjadi Paul si Gurita Peramal.
270810
* Hachiko adalah seekor anjing yang dipungut dan dipelihara dengan penuh kasih sayang oleh seorang profesor. Kisah nyata ini terjadi di Jepang pada 1923-1935, dan telah diangkat ke layar lebar dalam film berjudul "Hachiko: A Dog’s Story" dengan bintang utamanya Richard Gere.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar